أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّ اللهَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Artinya :
"Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan (rezeki itu). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang beriman." (QS. Al-Ruum: 37)
"Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan (rezeki itu). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang beriman." (QS. Al-Ruum: 37)
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengajari zikir sesudah shalat,
اللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ
"Ya Allah, tidak ada yang bisa mencegah apa yang Engkau berikan dan tidak ada yang bisa memberi apa yang Engkau cegah." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Imam al-Thabrani meriwayatkan dalam
al-Kabirnya, dari Abu Darda' Radhiyallahu 'Anhu, dari Rasulullah
Shallallahu 'Alaihi Wasallam beliau bersabda,
إن الرِّزق ليَطْلب العبد أكثر مما يطلبه أجَلُه
"Sesungguhnya rezeki mencari hamba lebih banyak daripada ajal mencarinya." (Dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam Shahih al-Jami')
Sesungguhnya jatah rezeki seperti jatah
umur tidak akan habis jika belum sampai habis ajal, sehingga kita
tidak akan terlalu bersedih dan berduka dalam kehidupan dunia ini. Walau
harus tetap berusaha dengan mempercayakan kepada Allah.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Wahai
manusia, bertakwalah kepada Allah dan perbaguslah dalam mencari rezeki!
Ketahuilah, sesungguhnya seorang jiwa tidak akan mati kecuali telah
sempurna rezekinya. Maka bertakwalah kepada Allah dan perbaguslah dalam
mencari rezeki. Ambil yang halal dan tinggalkan yang haram." (Disebutkan Al-Albani dalam al-Silsilah al-Shahihah no. 2866)
Kewajiban hamba dalam rezeki ini ada dua perkara:
Pertama, mengusahakan sebab yang dibolehkan syariat untuk memperoleh rezeki yang halal.
Kedua, ridho dengan pembagian Allah kepadanya karena hakikat ketetapan Allah atas hamba mukmin adalah baik. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ
أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ
أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ
ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
"Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin. Sesungguhnya seluruh urusannya adalah baik, dan itu
tidak dimiliki kecuali orang mukmin. Jika ia mendapat kelapangan, ia
bersyukur, maka itu baik baginya. Jika mendapat kesulitan/kesusahan, ia
bersyukur, maka itu baik baginya." (HR. Muslim)
Hakikat Kebahagiaan Hidup di Dunia
Perlu dipahami, hakikat kebahagiaan di
dunia ini bukan semata dengan banyaknya harta. Sesungguhnya kebahagiaan
itu dengan iman, qana'ah, dan ridho dengan pembagian Allah Ta'ala. Hal
ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,
مَنْ
عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ
فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ
بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Artinya :
"Barang siapa yang mengerjakan amal
saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka
sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang
lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (QS. Al-Nahl: 97)
Balasan Hayah Thayyibah berlaku
pada kehidupan dunia. Bentuknya berupa tenangnya hati dan tentramnya
jiwa serta tidak disibukkan dengan godaan-godaan yang memalingkan
hatinya. Bentuk lainnya, Allah memberikan rezeki yang halal lagi baik
kepadanya dari jalan yang tak disangka-sangka.
Ali bin Abi Thalib menafsirkannya dengan qana'ah (merasa cukup dan ridho dengan pemberian Allah). Al-Dhahak berkata, "Ia (hayah thayyibah)
adalah rezeki halal dan ibadah di dunia." Dalam perkataan beliau yang
lain, "Dia adalah amal ketaatan dan senang dengannya." Namun yang benar
menurut Ibnu Katsir, Hayah Thayyibah mencakup semua ini secara
keseluruhan. Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam hadits shahih,
"Sungguh beruntung orang yang telah masuk Islam, diberi rezeki yang
cukup, dan diberikan rasa cukup (qana'ah) oleh Allah atas apa yang telah
diberikan kepadanya." (HR. Muslim, al-Tirmidzi dan Ahmad).
Saat Rezeki Berkurang
Sesungguhnya dunia di Sisi Allah tidak memiliki nilai lebih. Bahkan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah
membuat permisalan, dunia lebih hina daripada bangkai anak kambing yang
cacat. Dan jika dunia itu memiliki nilai di sisi Allah seberat sayap
nyamuk niscaya orang kafir tidak akan diberi minum di dunia ini. (HR.
Ibnu Majah).
Maka sesuatu yang hina tidaklah layak memalingkan kita dari akhirat dan mempersiapkan bekal perjumpaan dengan Allah 'Azza wa Jalla.
Saat ia berkurang atau hilang tidaklah boleh menjadikan kita kehilangan
harapan kenikmatan yang abadi di surga. Maka janganlah terlampau sedih
dan berduka saat dunia berkurang. Jangan putus asa dan merasa menjadi
orang sengsara. Lihatlah orang lain yang taraf ekonominya di bawahmu dan jangan pandang yang di atasmu, niscaya kamu akan mendapati nikmat
Allah ada padamu. Yakinlah, jika engkau sekarang fakir maka banyak orang
yang hidupnya terbebani dengan hutang-hutang. Jika jumlah harta yang
ada di tanganmu sedikit, maka ketahuilah bahwa ada orang selainmu yang
kehilangan harta, kesehatan, dan anaknya. Ridholah dengan takdir Allah
dalam pembagian rezeki ini. Ketahuilah, Allah hanya menghendaki kebaikan
untukmu dalam takdir-Nya ini.
Saat mendapati hidup yang sempit dan kekurangan rezeki ada beberapa sikap yang harus diambil:
Pertama, menambah sifat qana'ah.
Kedua, mengusahakan sebab rezeki sambil bertawakkal kepada Allah Ta'ala.
Ketiga,
melaporkan kesusahannya hanya kepada Allah dengan berdo'a dan bersimpuh di
hadapan-Nya dalam shalat, khususnya pada qiyamulail di sepertiga malam
terakhir.
Saat itu Allah turun ke langit dunia dan menawarkan kepada
para hamba-Nya: Siapa yang mau berdoa kepada-Ku niscaya aku kabulkan
doanya, Siapa yang meminta kepada-Ku niscaya aku beri permintaannya,
siapa yang memohon ampun kepada-Ku niscaya Aku mengampuninya.
Allah 'Azza wa Jalla berfirman,
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى
Artinya :
"Dan perintahkanlah kepada
keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.
Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kami lah yang memberi rezeki
kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa." (QS. Thaahaa: 132)
Dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan
riwayat yang menunjukkan bahwa shalat dalam ayat di atas adalah shalat
malam. Kemudian beliau berkata, "Yakni apabila kamu tegakkan shalat maka
rezeki akan datang kepadamu dari jalan yang tak pernah kamu
sangka-sangka."
Keempat, meningkatkan
taubat dan memperbanyak istighfar. Karena maksiat itu menjadi sebab
sempitnya rezeki dan datangnya kesulitan. Hal ini sebagaimana dikabarkan
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, "Sesungguhnya seseorang diharamkan rezeki disebabkan dosa yang dilakukannya." (HR. Ahmad dan selainnya).
Allah Ta'ala berfirman tentang petuah Nabi Nuh 'alaihis salam kepada umatnya agar banyak istighfar,
فَقُلْتُ
اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا يُرْسِلِ السَّمَاءَ
عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ
لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا
Artinya :
"Maka aku katakan kepada mereka:
"Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha
Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan
membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun
dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai." (QS. Nuuh: 10-12).
Allah menerangkan tentang titah Nabi Hud
kepada kaumnya untuk istighfar, ia menjadi sebab bertambahnya kekuatan
fisik dan turunnya rezeki,
وَيَا
قَوْمِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُرْسِلِ
السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَى قُوَّتِكُمْ
وَلَا تَتَوَلَّوْا مُجْرِمِينَ
Artinya :
"Dan (Hud berkata): "Hai kaumku,
mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia
menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan
kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat
dosa"." (QS. Huud: 52)
Dalam hadits disebutkan,
مَنْ
لَزِمَ الِاسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا
وَمِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
"Siapa yang melanjutkan beristighfar
maka Allah jadikan baginya jalan keluar dari setiap kesulitannya,
kesudahan dari setiap kesedihannya, dan memberinya rezeki dari jalan yang
tidak ia sangka." (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Selanjutnya isi kehidupan dengan ketaatan dan kebaikan. Sesungguhnya karunia Allah didapatkan dengan ketaatan dan suka berbuat baik kepada sesama. Sebaliknya kemaksiatan dan sikap buruk kepada orang merupakan sebab kesulitan dan kesusahan. Karena sesunggguhnya balasan sesuai dengan jenis amal perbuatan.
0 komentar:
Posting Komentar